Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: “menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak”
Dalam proses ‘menuntun’ anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya serta dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Pendidikan harus berorientasi pada anak dan untuk anak. Sekolah harus mampu meberikan kenyamanan dan keamanan serta menjamin kemerdekaan belajar. hakikat merdeka, menurut paham Ki Hajar Dewantara, bukan berarti seseorang itu bebas dan lepas dari perintah serta penguasaan orang lain. Akan tetapi, sanggup dan kuatnya berdiri sendiri (zelfstanding) tak bergantung pada orang lain (onafhankelijk), dan dapat mengatur dirinya sendiri (vrijheld, zelfbeschikking).
Pernyataan KHD tersebut menyiratkan bahwa kemandirian dan upaya untuk senantiasa memerdekakan diri adalah tujuan yang ingin dicapai melalui proses pendidikan. Sekolah memiliki peran penting dalam mewujudkan budaya positif dalam menuntun siswa untuk melakukan hal positif sehingga dapat membentuk karakter baik dalam mewujudkan visi misi sekolah. Hal ini sangat erat hubungannya dengan tujuan Pendidikan Nasional di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 ialah “Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Menjadikan sekolah sebagai rumah yang aman, nyaman dan bermakna bagi murid sepertinya sudah menjadi hal yang umum diinginkan semua pihak. Menurut Evans (2001), untuk memastikan bahwa perubahan terjadi secara mendasar dalam operasional sekolah, maka para pemimpin sekolah hendaknya mulai dengan memahami dan mendorong perubahan budaya sekolah.
Budaya sekolah berarti merujuk pada kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan di sekolah dapat berupa sikap, perbuatan, dan segala bentuk kegiatan yang dilakukan warga sekolah. Walaupun sulit, reformasi budaya sekolah bukanlah hal yang tidak mungkin. Untuk melakukannya diperlukan orang-orang yang bersedia melawan arus naif tentang inovasi dan terbuka terhadap kenyataan yang bersifat manusiawi. Hal ini berarti butuh partisipasi dari semua warga sekolah.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut guru memiliki peranan yang sangat penting. Guru harus memiliki kemampuan menerapkan nilai dan peran sebagai pendidik adapun nilai seorang guru adalah mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpusat pada murid. Sedangkan peran seorang guru adalah pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, dan mewujudkan kepemimpinan murid. Sehingga seorang guru harus mampu menjadi teladan/role model perilaku positif. Dengan demikian terciptalah Profil Pelajar Pancasila yakni pelajar yang Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak mulia, Berkebinnekaan global, Bergotong royong, Bernalar kritis dan Mandiri.
Budaya positif adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab. Untuk mewujudkan budaya positif di sekolah langkah awal dengan membangun budaya positif di kelas dengan menciptakan lingkungan positif MENURUT Darsono (1995), pengertian lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk manusia dan kegiatan mereka, yang terkandung dalam ruang dimana manusia dan mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahtaraan manusia dan badan-badan hidup lainnya. Doyle (1979) mendeskripsikan kelas sebagai sesuatu yang bersifat multidimensional, serentak, segera, dan tidak dapat diprediksi. Ruang kelas adalah lingkungan yang kompleks dimana manusia berinteraksi, saling bergantung antar satu orang dengan orang lain, dan dengan berbagai karakter unik dalam lingkungan sosial dan fisik yang spesifik. Kelas adalah bagian utama dari sekolah. Yang merupakan lingkungan belajar peserta didik yang paling berperan setelah keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, sangat penting menciptakan lingkungan belajar yang positif di dalam kelas. Semakin baik lingkungan belajar di kelas, maka semakin baik pula hasil belajar peserta didik. Untuk mewujudkan lingkungan positif dikelas dan disekolah dengan cara membuat atau menumbuhkan keyakinan kelas. Langkah awal yang saya lakukan adalah membuat pertanyaan pemandu yaitu kelas impian sperti apa yang diinginkan oleh anak/siswa? dan sikap seperti apa yang kalian inginkan dilakukan guru di dalam kelas maupun diluar kelas. Kemudian meminta respon siswa untuk melibatkan diri dan menuliskannya pada kertas tempel yang kemudian ditempel di papan tulis dimana setiap anak dapat dapat memberikan pendapatnya tentang kelas impian mereka. Adapun respon anak setelah saya membagikan pertanyaan tersebut, sebagian besar anak antusias dan menginginkan kelas impian yang sama. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil jawaban keyakinan kelas di papan tulis dan menumbuhkan peraturan kelas dengan kesepakan konsekwensinya sehingga anak merasa dihargai dan termotivasi dari dalam dirinya sendiri tanpa merasa dipaksa oleh siapapun.
